Karakteristik Fruiting Myxobacteria
Fruiting myxobacteria merupakan kelompok bakteri anggota dari gliding bacteria. Fruiting myxobacteria sendiri memiliki ciri-ciri merupakan bakteri
gram negatif, berbentuk batang, tidak memiliki flagela. Fruiting myxobacteria dapat membentuk fruiting bodies yang merupakan kumpulan dari sel. Bakteri jenis ini
menunjukkan siklus hidup kompleks yang membutuhkan komunikasi interseluler.
Walaupun tidak memiliki flagela tetapi bakteri ini dapat bergerak dengan cara gliding saat terjadi kontak dengan suatu
permukaan. Bakteri jenis ini merupakan bakteri kemoorganotrof yang mengonsumsi
materi organis atau dari sel bakteri lain dengan cara melisiskan selnya.
Bakteri ini bersifat aerob yang memiliki
siklus sitrat lengkap dan resporatory
chain (Madigan et al, 2006, Ming
Jiang, 2007, dan Reichenbach, 1999). Bakteri ini juga memiliki pigmen yang
berfungsi sebagai fotoprotektif dan dapat membentuk myxospore (Madigan et al, 2006).
Ekologi Fruiting Myxobacteria
Myxobacteria merupakan mikroorganisme yang terdapat
dimana-mana mulai dari Antartica sampai daerah tropis, dari permukaan laut
sampai ketinggian yang tinggi. Myxobacteria paling banyak ditemukan di daerah
yang hangat dan semi kering. Habitat khas dari myxobacteria yaitu tanah, mulain
dari pesisir sampai gurun pasir sampai tanah yang subur. Semua myxobacteri
bersifat aerobik sehingga hidupnya berada di lapisan paling atas tanah.
Myxobacteria juga berkoloni di material tumbuhan yang membusuk termasuk kayu
dan kulit kayu yang membusuk dan berasal dari pohon yang hidup dan mati, lichen
dan serangga yang terdekomposisi, dan kotoran herbivora. Saat diisolasi dalam
ruangan lembab dengan suhu 30oC selama dua hari fruiting body sudah terbentuk dari kotoran yang diisolasi dan dapat
digunakan untuk memperoleh isolat murni (Reichenbach, 1999).
Myxobacteria juga dapat diisolasi
dari air tawar karena organisme darat juga sering menggunakan air tawar
sehingga mungkin terjadi perpindahan mikroorganisme ke air. Berdasarkan
ketahanan myxospore terhadap kekeringan, habitat air tidak terlalu sesuai untuk
myxobacteria. Myxobacteria juga pernah diisolasi dari laut diambil dari pasir
atau seresah di daerah intertidal
Samudra Atlantik. Akan tetapi semuanya diisolasi dalam media yang rendah kadar
garamnya karena myxobacteria tidak bisa mentoleransi salinitas yang terlalu
tinggi (Reichenbach, 1999).
Banyak
myxobacteria ditemukan pada habitat lumpur dengan pH basa (pH 6-8.7), misalnya
Angiococcus dan Cystobacter tetapi ada juga myxobacteria yang ditemukan pada
lingkungan dengan pH 3-4.7, yaitu Myxococcus
sp., Corallococcus sp., dan Polyangium sp. Kebanyakan myxobacteria dapat tumbuh optimal pada
suhu 30oC yang bersifat mesophilic tetapi juga ditemukan
myxobacteria yang dapat tumbuh pada suhu 4-8oC yang bersifat
psycrophilic. Di laboratorium, suhu yang biasa digunakan untuk mengkultur
myxobacteria adalah 28-34oC dengan waktu generasi 4 dan 14 jam. Sel
vegetatif mati pada suhu di atas 45oC tetapi myxospore yang
tersuspensi di air dapat mentoleransi suhu 59-60oC. untuk kultur
myxobacteria, pH yang sering digunakan yaitu 6.8-7.8, tetapi untuk selulosa
degradator lebih rendah dengan limitasi pH 6-6.4. Sehingga pH yang baik untuk
isolasi adalah berkisar pada pH 7. Myxobacteri memiliki toleransi garam yang
rendah dengan rentang toleransi yang berbeda-beda tiap spesies (Reichenbach,
1999).
Siklus Hidup Fruiting Myxobacteria
Fruiting
Myxobacteria menunjukkan siklus
hidup yang kompleks yang membutuhkan komunikasi inetrseluler (Gambar 1). Sel
vegetatif mengekskresikan slime dan
sel vegetatif bergerak sepanjang permukaan padat dan meninggalkan slime trail di belakangnya. Trail yang terbentuk digunakan oleh sel
lain dalam proses swarm sehingga sel
dapat bermigrasi dan berkelompok. Fruiting
body yang terbentuk merupakan struktur komplekskarena adanya diferensiasi
dari sel-sel penyusunnya menjadi bagian stalk
dan bagian sporangium yang
mengandung myxospore (Madigan et al, 2006).
Gambar 1. siklus hidup fruiting myxobacteria
Pembentukan
fruiting body tidak terjadi selama
jumlah nutrien masi mencukupi untuk pertumbuhan sel vegetatif, tetapi saat
kehabisan nutrien, sel vegetatif melakukan mekanisme swarm, yaitu bermigrasi untuk berkelompok yang selanjutnya akan
membentuk fruiting body. Sel-sel
vegetatif tersebut beragregasi karena adanya komunikasi interseluler dengan
cara respon kimiawi yang saling disekresikan oleh sel-sel vegetatif sehingga
satu sama lain sel-sel vegetatisaling mendekat dan membentuk gundukan atau
tumpukan sel. Satu fruiting
body bisa tersusun atas 109 atau lebih sel. Gundukan sel
vegetatif tersebut semakin meninggi dan mulai terjadi diferensiasi
menjadi stalk dan sporangium (head). Stalk tersusun atas slime dengan
sejumlah sel yang terperangkap di dalamnya. Sejumlah besar sel terakumulasi
pada bagian sporangium dan berdiferensiasi menjadi myxospore.
Gambar 2. berbagai macam bentuk fruiting body.
Referensi :
Madigan MT dan Martinko JM, 2006. Brock
Biology of Microorganisms. 11nd. Upper Saddle River, New Jersey: Pearson
Education, Inc
McNeil, K. E. dan V. B.
D. Skerman. 1972. Examination of
Myxobacteria by Scanning Electron Microscopy. International Journal
of Systematic Bacteriology. Vol. 22 No. 04
Ming Jiang , De,
Zhi-Hong Wu, Jing-Yi Zhao, Yue-Zhong Li. 2007. Fruiting and non-fruiting
myxobacteria: A phylogenetic perspective of cultured and uncultured members of
this group. Molecular Phylogenetics and Evolution 44 (2007) 545–552
Reichenbach, Hans.
1999. The ecology of the myxobacteria. Environmental Microbiology (1999)
1(1), 15–21
Sproer, Cathrin, Hans
Reichenbach, dan Ecko Stackebrandt. 1999. The correlation between morphological
and phylogenetic classification of
myxobacteria. International Journal of Systematic Bacteriology (1
999), 49, 1255-1 262
Voelz, Herbert dan
Martin Dworkin. 1962. Fine Structure of Myxococcus Xanthus During
Morphogenesis. Department of Microbiology, Indiana University School of
Medicine, Indianapolis, Indiana
Zhong Li, Yue, Wei Hu,
Yu-Qing Zhang, Zhi-jun Qiu, Yong Zhang, Bin-Hui Wu. 2002. A simple method to
isolate salt-tolerant myxobacteria from marine samples. Journal of Microbiological
Methods 50 (2002) 205– 209
Tidak ada komentar:
Posting Komentar