Minggu, 08 April 2012

PENCEMARAN RADIONUKLIDA DI CHERNOBYL DAN USAHA DEKONTAMINASINYA

Pada tanggal 26 April 1986 terjadi kecelakaan di pembangkit energi nuklir unit 4 di Chernobyl menghasilkan pelepasan substansi radionuklida ke atmosfer selama 10 hari dan menyebabkan kontaminasi extensif pada lingkungan. Terjadi pergerakan radionuklida di lingkungan  sehingga memperluas kontaminasi. Pergerakan tersebut meliputi atmosfer, akuatik, terestrial, dan urban (IAEA, 2006)
Total substansi radionuklida yang terlepas yaitu sebesar 14 Ebq1 (pada tanggal 26 pril 1986),  yang terdiri dari 1.8 Ebq 131I, 0.085 Ebq 137Cs dan radioisotop lainnya, 0.01 Ebq 90Sr dan 0.003 Ebq radioisotop plutonium serta radionuklida lainnya. Gas noble menyumbang sekitar 50% dari total radioaktif yang terlepas. Sejumlah area di Eropa terpengaruh terhadap kecelakaan di Chernobyl. Lebih dari 200.000 km2 di Eropa telah terkontaminasi dengan radiocaesium (lebih dari 0.04 MBq 137Cs/m2), dengan tiga negara yang paling terkena dampaknya yaitu Belarus, Rusia, dan Ukraina. Deposisi radionuklida sangat heterogen, ini dipengaruhi oleh hujan saat massa udara melewati suatu wilayah. Pada pemetaan deposisi, 137Cs digunakan karena mudah untuk diukur dan memiliki signifikansi radiologis. Selain CS, iodine juga sangat diperhitungkan karena efek radiologisnya yang dapat menyebabkan kanker tiroid (IAEA, 2006). 
Total area dengan deposisi 137Cs 0.6 MBq/m2 dan di atasnya sekitar 10.300 km2, terdiri dari 64000 km2 di Belarus, 2400 km2 di Federasi Rusia, dan 1500 km2 di Ukraina. Dengan total 640 pemukiman dengan sekitar 230.000 penduduk berada di teritori terkontaminasi tersebut (IAEA, 2006).
Kontaminasi radioaktif dapat terjadi pada lingkungan yaitu mencakup air, tanah, udara, dan organisme. Kontaminasi radioaktif di perairan akan mengakibatkan rusaknya ekosistem air secara tidak langsung dikarenakan radiasi dari radioaktif yang mengenai organisme air yang bisa mengakibatkan kematian organisme. Kontaminasi radioaktif pada tanah juga dapat menyebabkan kematian organisme-organisme tanah dan berpengaruh pada hewan serta tumbuhan yang ada di terestrial Kontaminasi radioaktif di tanah juga menyebabkan tercemarnya air tanah oleh radioaktif. Kontaminasi radioaktif di udara akan semakin mempercepat persebaran pertikel radioaktif ke wilayah yang lebih luas sehingga meningkatkan radius kontaminasi radioaktif. Sedangkan efek kontaminasi radioaktif terhadap organisme bisa menimbulkan berbagai efek misalnya kanker atau bahkan kematian (Forster et al., 2002; Rettner, 2011). Kontaminasi radioaktif yang terjadi pada air, udara, tanah, dan organisme saling berhubungan dan berakibat buruk yaitu kontaminasi terbesar terjadi pada manusia karena terjadi akumulasi kontaminan radioaktif (Gambar 2).
Usaha Dekontaminasi Radionuklida di Lingkungan
Usaha dekontaminasi zat radioaktif sangat diperlukan baik dekontaminasi pada lingkungan atau dekontaminasi pada manusia yang menjadi korban radiasi radioaktif. Dekontaminasi lingkungan terhadap zat radioaktif bisa dilakukan dengan berbagai cara tetapi metode yang paling baik biasanya menggunakan proses bioremediasi oleh mikroba dan fungi. Akan tetapi bioremediasi radioaktif dengan menggunakan tumbuhan skarang sudah mulai dikembangkan. Sedangkan dekontaminasi pada manusia dilakukan sesuai dengan gejala dan tingkat kontaminasinya.
Dekontaminasi lingkungan terhadap radioaktif dilakukan dengan melakukan imobilisasi terhadap substansi radioaktif. Hal ini dikarenakan belum ditemukan metode bioremediasi yang dapat mengurangi radiasi dari radioaktif. Imobilisasi substansi radioaktif dilakukan dengan mereduksi unsur radioaktif yang soluble menjadi insoluble sehingga bisa dikurangi penyebarannya di lingkungan. Atau bisa juga dilakukan dengan mengakumulasi substansi radioaktif sehingga dapat diambil dari lingkungan dan lingkungan menjadi tidak lagi mengandung substansi radioaktif yang berbahaya. Akan tetapi substansi radioaktif yang telah diimobilisasi atau diakumulasi masih berbahaya bagi lingkungan dan manusia. Oleh karena itu setelah dilakukan usaha dekontaminasi dilakukan relokasi substansi radioaktif yang kemudian dilakukan penyimpanan dalam waktu yang lama (conserved storage) untuk meluruhkan substansi radioaktif tersebut secara alami (Harjanto dkk., 2007).
            Bioremediasi radioaktif oleh mikroba saat ini sedang dipelajari dan dikembangkan, salah satu agen bioremediatornya yaitu Deinococcus radiodurans (Gambar 3). Sebenarnya banyak  jenis bakteri yang memiliki kemampuan mereduksi senyawa radioaktif tetapi D. radiodurans paling berpotensi karena memiliki sistem perbaikan DNA yang rusak oleh radiasi radioaktif secara enzimatis dengan sangat kuat sehingga bakteri ini benar-benar resisten terhadap radiasi (Travis, 1998; Daly, 2000; Lloyd dan Renshaw, 2005). Dengan kemampuan berupa resisten terhadap radiasi dan kondisi ekstrem lainnya, maka D. radiodurans sangat berpotensi untuk diterapkan dalam usaha meremediasi lingkungan tercemar radionuklida berat, misalnya Chernobyl secara in situ. Selain itu tidak perlu dilakukan kontroling lebih lanjut mengenai hidupnya bakteri karena bersifat anaerob maka tidak perlu dilakukan aerasi
Bakteri D. radiodurans ini terutama digunakan untuk remediasi uranium. Selain uranium, bakteri ini juga mampu merediasi logam-logam berat lainnya. Bakteri ini pada kultur anaerob mampu mereduksi U(VI) yang bersifat soluble menjadi U(IV) yang bersifat insoluble dengan bantuan enzim reduktase. Enzim reduktase mereduksi U(VI) dengan elektron dari NADH sehingga menjadi U(IV) (Gambar 3). Selain itu dengan sifat termofil maka bakteri ini dapat hidup pada suhu tinggi dimana kondisi tersebut sangat berperan dalam pengurangan sifat radioaktif (Daly, 2000; Wall dan Krumholz, 2006). Dengan mengimobilisasi radionuklida maka penyebarannya dapat dikurangi dan pengambilan serta penyimpanan radionuklida dari lingkungan untuk peluruhan secara alami lebih mudah dilakukan.
          Sedangkan untuk fungi, pada penelitian yang dilakukan oleh Rashmi et a., 2004 didapatkan bahwa fungi jenis Neurospora crassa mampu mengakumulasi zat radioaktif 60Co dari lingkungan pada miseliumnya. Mekanisme pengambilannya yaitu dengan transport aktif (Venkateswerlu dan Sastry, 1970). Pengalikasian N. crassa  sebagai agen bioremediasi radioaktif berperan sebagai akumulator substansi radioaktif dari lingkungan sehingga perluasan kontaminasi radioaktif di lingkungan daat dikurangi. Akumulasi radioaktif khususnya 60Co pada miselium N. crassa menjadikan substansi radioaktif imobil, dan dapat dilakukan pemanenan miselium yang nantinya dilakukan penyimpanan lestari sehingga substansi radioaktif dapat meluruh secara alamiah.
            Upaya fitoremediasi juga dilakukan terhadap kontaminan radioaktif. Tumbuhan yang dapat digunakan untuk meremediasi radioaktif misalnya Brassica juncea dan Pistia stratiotes. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Haidir dkk (2010) tumbuhan Brassica juncea mengakumulasi 134Cs paling banyak pada daunnya dengan persentase penyerapan sebesar 0.0035%. Sedangkan berdasarkan penelitian Abadi dkk (2010) tumbuhan Pistia stratiotes melakukan rhizofiltrasi yaitu dengan menyerap cesium dan melokalisasinya pada bagian akar dengan persentase penyisihan maksimum 48%. Dengan melihat presentase penyerapan maka Pistia stratiotes lebih berpotensi untuk digunakan sebagai akumulator radioaktif. Hal ini dikarenakan P. stratiotes memiliki lebih banyak serabut akar sehingga akumulasi pada akar lebih dapat dilakukan. Menurut Ehlken dan Kirchner (2002), bahwa akumulasi radionuklida lebih banyak terdapat di akar karena penyerapan pertama kali radionuklida dilakukan di akar. Selain itu, menurut Ehlken dan Kirchner (2002), semakin dalam serabut akar terendam oleh tanah ataupun air maka konsentrasi radionuklida semakin kecil.
            Setelah dilakukan fitoremediasi terhadap lingkungan tercemar radionuklida, maka dilakukan pemanenan parsial jika yang digunakan untuk fitoremediasi berupa tumbuhan yang dapat mengakumulasi radionuklida di daun. Untuk yang mengakumulasi radionuklida di bagian akar maka dilakukan pemanenan akar dan untuk melanjutkan proses fitoremediasi segera ditanam individu baru lagi. Hasil pemanenan dari upaya fitoremediasi masih berbahaya karena sifat radioaktif dari radionuklida belum hilang, hanya dilakukan imobilisasi saja. Oleh karena itu dilakukan penyimpanan hasil pemanenan dalam jangka waktu yang lama sampai radionuklida meluruh secara alami dan sifat radioaktifnya hilang.

Referensi :
Abadi, M. Irfan, Dwina Roosmini, dan Poppy Intan Tjahja. 2010. Penyisihan 134Cs  pada Perairan Tercemar Menggunakan Tanaman Kiapu (Pistia stratiotes L)  secara Rhizofiltrasi. Pusat Teknologi Bahan dan Radiometri (PTNBR). ITB. Bandung
Daly, Michael J. 2000. Engineering radiation-resistant bacteria for environmental biotechnology. Current Opinion in Biotechnology 2000, 11:280–285
Ehlken, Sabine dan Gerald Kirchner. 2002. Environmental processes aectingplant rootuptake of radioactive trace elements and variability of transfer factor data: a review. Journal of Environmental Radioactivity 58 (2002) 97–112
Forster, Lucy, Peter Forster, Sabine Lutz-Bonengel, Horst Willkomm, dan Bernd Brinkmann. 2002. Natural radioactivity and human mitochondrial DNA mutations. PNAS 13950–13954 vol. 99 no.21
Frissel, M. J., R. O Blaauboer, H. W. Koster, H. P. Leenhouts, J. F. Stoutjesdijk, L. H. Vaas. 1989. Radioactive  Contamination of  Food  and  The Intake  by Man. Radiat.  Phys.  Chem. Vol. 34, No. 2, pp. 321-336,  198
Haidir, Muhammad, Dwina Roosmini, dan Poppy Intan Tjahja. 2010. Penyisihan Radionuklida Cesium-134 dari Tanah Andosol Menggunakan Tanaman Sawi (Brassica Juncea). PTNBR BATAN. ITB. Bandung
Harjanto, Nur Tri, Endang S., dan Nudia B. 2007. Kajian Teknologi Pengelolaan Limbah Radioaktif Pabrik Bahan Bakar Nuklir. Hasil-hasil Penelitian EBN Tahun 2007 ISSN 0854 – 5561
International Atomic Enerby Agency. 2006. Environmental Consequences of the Chernobyl Accident and their Remediation: Twenty Years of Experience. Radiological Assessment Reports Series
Lloyd, Jonathan R. dan Joanna C Renshaw. 2005. Bioremediation of radioactive waste: radionuclide–microbe interactions in laboratory and field-scale studies. Current Opinion in Biotechnology 2005, 16:254–260
Rettner, Rachael. 2011. How Does Nuclear Radiation Harm the Body?. Dikases dari http://www.myhealthnewsdaily.com/radiation-health-effects-japan-nuclear-reactorcancer-1270/ pada tanggal 3 September 2011 pukul 20.00 WIB
Travis, John. 1998. Meet the Superbug, Radiation-resistant bacteria may clean up the nation’s worst waste sites. Science News. December 12, 1998 Vol. 154 No. 24 p. 376
Venkateswerlu, G. dan K. Sivarama Sastry. 1970. The Mechanism of Uptake of Cobalt Ions by Neurospora crassa. Biochem. J. (1970) 118 497-503
Wall, Judy D. dan Lee R. Krumholz. 2006. Uranium Reduction. Annu. Rev. Microbiol. 2006. 60:149–66

Tidak ada komentar:

Posting Komentar