RTH (Ruang Terbuka Hijau) merupakan kebutuhan
terhadap suatu wilayah. Pengembangan RTH seharusnya dialokasikan pada posisi
sentral pada kebijaksanaan spasial (Maas et
al., 2006). Pada umumnya, luasan
area RTH berkorelasi negatif terhadap jumlah penduduk, berarti semakin banyak
jumlah penduduk maka semakin sempit RTH yang ada padahal kebutuhan RTH
meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk (Maas et al., 2006). Hal ini
seperti yang terjadi di Hanoi, dimana diperlukan peningkatan luas RTHJ dari
6842 ha menjadi 10.228 ha pada tahun 2020 sementara jumlah penduduk terus
bertambah (Uy dan Nakagoshi, 2008). Kesulitan utama dalam implementasi RTH pada
suatu regional dan perkotaan yaitu adanya kebijakan pengembangan industri dan
pelayanan umum dimana pengembangan industri kerap menginvasi RTH yang terletak
berdekatan dengan industri tersebut, pembangunan infrastruktur perkotaan yang
biasanya menggusur RTH, dan permasalahan finansial dan pendapatan yang
membatasi kemungkinan untuk menciptakan RTH baru dan mengelola RTH (Li et al., 2005).
Pengembangan RTH secara ekologis harus
mempertimbangkan konten ekologis, konteks ekologis, dinamika ekologis, heterogenitas
ekologis, dan hierarki ekologis (Flores et
al., 1998). Pemilihan spesies yang
akan ditanam untuk dijadikan RTH juga harus memenuhi kriteria utama yaitu
memiliki kemampuan mengurangi polusi udara dan sesuai untuk lingkungan kota.
Kriteria pertama yaitu memiliki kemampuan mengurangi polusi mencakup kriteria
lain yaitu jenis pohon (evergreen/deciduous), dimensi (tinggi pohon dewasa, ukuran
kanopi), laju pertumbuhan, karakteristik daun, toleran terhadap polusi udara,
dan potensi emisi VOC (Volatile Organic Compound) dan pollen). Sedangkan
kriteria kedua yaitu sesuai dengan lingkungan perkotaan mencakup kriteria
toleran terhadap hama dan penyakit, toleran terhadap berbegai kondisi tanah,
mampu beradaptasi dengan iklim, toleran terhadap kekeringan, dan berumur
panjang (Yang et al., 2005)
RTH memberikan manfaat multidimensional (Millard,
2000). Adanya RTH memberikan keuntungan di berbagai bidang, antara lain
ekonomi, sosial, dan lingkungan. Keuntungan di bidang ekonomi mencakup biaya
(reklamasi dan regenerasi), ketenagakerjaan (kesejahteraan), efisiensi energi (
pemanasan dan pendinginan), investasi ke dalam, nilai jual tanah (harga tanah,
properti, pajak), pariwisata, dan industri. Keuntungan di bidang sosial
meliputi aksesibilitas, kenyamanan
publik, peningkatan interaksi publik, konservasi warisan budaya, pendidikan,
aset rekreasi, estetika, reduksi kriminalitas, mitigasi bencana alam. Keuntungan
di bidang lingkungan meliputi perbaikan kualitas udara, temperatur, dan
polutan, biodiversitas, mitigasi perubahan iklim, penghasil oksigen, konservasi
alam, kualitas dan stabilisasi tanah, dan kualitas air (Doick et al., 2009; Tiwary et al., 2009; Escobedo et al., 2011; Greca et al., 2011; Keenleyside et al., 2009; Kleerekoper et al., 2011; Jim dan Chen, 2009;
Cameron et al., 2012). Akan tetapi,
menurut Lo dan Jim (2012), RTH lebih difungsikan pada pragmatis mikroklimatik
daripada fungsi sosial.
Penelitian dari Jim dan Chen (2010) pada RTH di kota
Hongkong menunjukkan bahwa taman kota dapat memunculkan dan meningkatkan nilai
ekonomi dengan menyediakan tempat publik yang dapat diakses oleh berbagai
kalangan sosial, juga bernilai sosial karena meningkatkan interaksi antar
penduduk. Selain itu RTH di Hongkong juga berperan dalam pengurangan polutan
udara, sebagai penyangga secara ekologis, dan habitat yang mengakomodasi
biodiversitas.
Salah satu peran penting RTH yaitu terhadap
pencegahan pemanasan global. RTH mampu menyerap gas CO dan CO2 yang
merupakan gas rumah kaca penyebab pemanasan global. Penelitian dari Yang et al. (2005) menunjukkan bahwa pohon
yang terletak pada bagian utama kota Beijing telah mampu menyerap CO2
sebanyak 0.2 juta ton dalam bentuk biomassa. Selain menyerap gas CO dan CO2
yang merupakan gas rumah kaca, RTH juga berperan dalam mengemisikan VOC
(Volatile Organic Compound) ke atmosfer yang berperan dalam pembentukan lapisan
ozon (Tiwary et al., 2009; Bealey et al., 2007; kleerekoper et al., 2011). Selain itu, adanya RTH juga
meminimalisasi efek dari pemanasan global, dimana dengan adanya RTH dapat
menurunkan suhu (Keenleyside et al., 2009;
Kleerekoper et al., 2011), yaitu
sebanyak 0.5oC – 2.3oC (Hall et al., 2011).
RTH juga berkorelasi positif terhadap kesehatan
penduduk (Maas et al., 2006; Tiwary et al., 2009). Kuantitas dan kualitas RTH berpengaruh signifikan
terhadap kesehatan (Mitchell and Propham, 2007). Menurut penelitian dari
Dadvand et al. (2012) RTH memberikan
pengaruh positif terhadap kelahiran, yaitu peningkatan berat bayi yang
dilahirkan pada kelompok sosial terendah. Selain itu, penelitian dari
Richardson dan Mitchell (2010) membuktikan bahwa tingkat kematian penyakit
kardiovaskuler dan penyakit respiratory pada pria menurun dengan adanya
peningkatan luasan RTH, tetapi tidak terlalu signifikan pada wanita.
Keberadaan RTH juga berperan dalam
meminimalisasi polusi lingkungan oleh kontaminan. Penelitian Yang et al. (2005) menyebutkan bahwa pada
tahun 2002 pohon yang terletak di bagian utama kota Beijing telah menghilangkan
polutan dari udara sebanyak 1261.4 ton. Berdasarkan penelitian dari Peachey et al. (2009) disebutkan bahwa tumbuhan
yang berada di sebelah jalan raya yang berfungsi sebagai RTH memiliki kemampuan
mengakumulasi logam berat pada jaringan daunnya. Selain logam berat, adanya RTH
juga mampu mengurangai polusi udara atas Particulate
Matter (PM) (Lohr dan Mims, 1995), yaitu sebanyak 772 ton (Yang et al., 2005). Penelitian dari Tallis et al. (2011) disebutkan bahwa RTH di
GLA (Great London Authority) diestimasikan telah mengurangi PM10
sebanyak 852 – 2121 ton tiap tahun, yang merepresentasikan 0.7% - 1.4% dari PM10
total. Sedangkan pada penelitian dari Bealey et al. (2007) disebutkan bahwa RTH di UK local authority mampu
mereduksi PM10 sebanyak 7-20%.
Contoh konkret dari RTH yang
memberikan manfaat di bidang perekonomian yaitu di kota Canberra. RTH memiliki
nilai signifikan pada potensinya untuk mereduksi konsumsi energi dan
memperbaiki tingkat polusi. Dengan kemampuan ini dapat diestimasi biaya
ameliorasi tingkat polusi di Canberra yang dapat dihemat antara 2008 sampai
2012 yaitu mencapai US$20–$67 million (atau $66–$223/resident) (Brack, 2002).
Referensi
Bealey,
W.J., A.G. McDonald, E. Nemitz, R. Donovan, U. Dragosits, T.R. Duffy, D.
Fowler. 2007. Estimating the reduction of urban PM10 concentrations by trees
within an environmental information system for planners. Journal of Environmental Management 85 (2007) 44–58
Brack,
C.L. 2002. Pollution mitigation and carbon sequestration by an urban forest. Environmental Pollution 116 (2002)
S195–S200
Ross
W.F. Cameron, Tijana Blanu, Jane E. Taylor, Andrew Salisbury, Andrew J.
Halstead, Béatrice Henricotb,
Ken Thompson. 2012. The domestic
garden – Its
contribution to urban
green infrastructure. Urban
Forestry & Urban
Greening xxx (2012) xxx– xxx
Dadvand,
Payam, Audrey de Nazelle, Francesc Figueras, Xavier Basagaña, Jason Su, Elmira
Amoly, Michael Jerrett, Martine Vrijheid, Jordi Sunyer, Mark J. Nieuwenhuijsen.
Green space, health inequality and pregnancy. Environment International 40 (2012) 110–115
Doick,
K.J., G. Sellers, V. Castan-Broto, T. Silverthorne. 2009. Understanding success
in the context of brownfield greening projects: The requirement for outcome
evaluation in urban greenspace success assessment. Urban Forestry & Urban Greening 8 (2009) 163–178
Escobedo,
Francisco J., Timm Kroeger, John E. Wagner. Urban forests and pollution
mitigation: Analyzing ecosystem services and disservices. Environmental Pollution 159 (2011) 2078-2087
Flores,
Alejandro, Steward T.A. Pickett, Wayne C. Zipperer, Richard V. Pouyat, Robert
Pirani. 1998. Adopting a modern ecological view of the metropolitan landscape:
the case of a greenspace system for the New York City region. Landscape and Urban Planning 39 1998
295–308
Greca,
Paolo La, Daniele La Rosa, Francesco Martinico, Riccardo Privitera. 2011.
Agricultural and green infrastructures: The role of non-urbanised areas for
eco-sustainable planning in a metropolitan region. Environmental Pollution 159 (2011) 2193-2202
Hall,
Justine M. , John
F. Handley, A.
Roland Ennos. The potential of
tree planting to climate-proof high density residential areas in Manchester,
UK. Landscape and
Urban Planning 104 (2012) 410–417
Jim,
C.Y., Wendy Y. 2009. Chen. Ecosystem services and valuation of urban forests in
China. Cities 26 (2009) 187–194
Jim
C.Y., Wendy Y. Chen. 2010. External
effects of neighbourhood parks and landscape elements on high-rise residential
value. Land Use Policy 27 (2010)
662–670
Keenleyside,
Clunie, David Baldock, Peter Hjerp, Vicki Swales. 2009. International
perspectives on future land use. Land
Use Policy 26S (2009) S14–S29
Kleerekoper,
Laura, Marjolein van Esch, Tadeo
Baldiri Salcedo. 2011. How to
make a city climate-proof, addressing the urban heat island effect. Resources,
Conservation and Recycling
xxx (2011) xxx– xxx
Li,
Feng, Rusong Wanga,Juergen Paulussena, Xusheng Liu. 2005. Comprehensive concept
planning of urban greening based on ecological principles: a case study in
Beijing, China. Landscape and Urban
Planning 72 (2005) 325–336
Lo,
Alex Y.H., C.Y.
Jim. 2012. Citizen attitude and expectation towards greenspace provision
in compact urban milieu. Land Use
Policy 29 (2012) 577–586
Lohr,
Virginia I. and Caroline
H. Pearson-Mims. 1995. Particulate
Matter Accumulation On Horizontal
Surfaces In Interiors:
Influence Of Foliage Plants. Atmospheric
Environment Vol. 30, No. 14, pp.
2565-2568, 1996
Maas,
Jolanda, Robert A Verheij, Peter P Groenewegen, Sjerp de Vries, Peter
Spreeuwenberg. 2006. Evidence Based Public Health Policy And Practice: Green
space, urbanity, and health: how strong is the relation?. J Epidemiol Community Health;60:587–592
Millard,
Andy. 2000. The potential role of natural colonisation as a design tool for
urban forestry Ð a pilot study. Landscape
and Urban Planning 52 (2000) 173-179
Mitchell,
Richard, Frank Popham. 2007. Evidence Based Public Health Policy And Practice:
Greenspace, urbanity and health: relationships in England. J Epidemiol Community Health 2007;61:681–683
Peachey,
C.J., D. Sinnett, M. Wilkinson, G.W. Morgan, P.H. Freer-Smith, T.R. Hutchings.
2009. Deposition and solubility of airborne metals to four plant species grown
at varying distances from two heavily trafficked roads in London. Environmental Pollution 157 (2009)
2291–2299
Richardson,
Elizabeth A., Richard Mitchell. 2010.
Gender differences in relationships between urban green space and health in the
United Kingdom. Social Science &
Medicine 71 (2010) 568-575
Tallis,
Matthew, Gail Taylor,
Danielle Sinnett, Peter
Freer-Smith. Estimating the removal
of atmospheric particulate
pollution by the
urban tree canopy of London,
under current and future environments. Landscape
and Urban Planning 103 (2011) 129– 138
Tiwary,
Abhishek, Danielle Sinnett, Christopher Peachey, Zaid Chalabi, Sotiris
Vardoulakis, Tony Fletcher, Giovanni Leonardi, Chris Grundy, Adisa Azapagic,
Tony R. Hutchings. 2009. An integrated tool to assess the role of new planting
in PM10 capture and the human health benefits: A case study in London. Environmental Pollution 157 (2009)
2645–2653
Uy
Pham Duc dan Nobukazu Nakagoshi. 2008. Application of land suitability analysis
and landscape ecology to urban greenspace planning in Hanoi, Vietnam. Urban Forestry & Urban Greening 7
(2008) 25–40
Yang,
Jun, Joe McBride, Jinxing Zhoub, Zhenyuan Sun. The urban forest in Beijing and
its role in air pollution reduction. Urban
Forestry & Urban Greening 3 (2005) 65–78
Tidak ada komentar:
Posting Komentar