Bioremediasi yang bisa diterapkan pada tumpahan
minyak pada suatu ekosistem laut dibagi menjadi 3 yaitu nutrient enrichment, seeding menggunakan mikroorganisme alam, dan seeding dengan menggunakan mikroorganisme hasil rekombinasi genetik
(US. Congress, 1991).
Nutrient
Enrichment
Dari semua faktor yang berpotensi
untuk membatasi laju biodegradasi petroleum di lingkungan laut, kurang
tersedianya nutrien, misalnya nitrogen dan fosfor, kemungkinan merupakan faktor
yang paling penting dan paling mudah dimodifikasi. Pendekatan ini membutuhkan
penambahan nutrien tersebut yang membatasi laju biodegradasi (tapi tidak
menambahkan mikroorganisme) pada area tumpahan minyak dan secara konseptual
tidak jauh berbeda dengan memberi pupuk pada ladang. Dasar pemikiran dari
pendekatan ini adalah bahwa mikroorganisme pendegradasi minyak biasanya
melimpah di lingkungan laut dan beradaptasi dengan baik untuk resisten pada
stres lingkungan. Ketika minyak terlepas dalam jumlah besar, kemampuan
mikroorganisme untuk mendegradasi petroleum dibatasi oleh kurang mencukupinya
nutrien. Penambahan nitrogen, fosfor, dan nutrien lain dimaksudkan untuk
mengatasi kurangnya nutrien dan memungkinkan untuk proses biodegradasi petroleum
pada laju yang optimal (US Congress, 1991).
Seeding with Naturally Occurring Microorganisms
Seeding
(disebut juga inokulasi) merupakan penambahan mikroorganisme pada suatu
lingkungan untuk menaikkan laju biodegradasi. Inokulum bisa merupakan campuran
dari mikroba nonindigenous dari berbagai lingkungan yang terpolusi, terutama
yang dipilih dan dikultivasi untuk karakterisitik pendegradasi minyak, atau
bisa merupakan campuran dari mikroba pendegradasi minyak yang diambil dari area
yang akan diremediasi. Nutrien juga
selalu disertakan seed culture. Dasar
pemikiran penambahan mikroorganisme pada area tumpahan minyak mungkin populasi
mikroorganisme indigenous tidak termasuk dalam pendegradasi minyak dan dibutuhkan
mikroorganisme tertentu untuk mendegradasi secara efisien banyak komponen
minyak (US Congress, 1991).
Introduksi mikroorganisme non
indigenous pada lingkungan laut masih perlu dievaluasi. Banyak ilmuwan mempertanyakan
penambahan mikroba pada area tumpahan minyak karena kebanyakan area tersebut
memiliki mikroba pendegradasi minyak indigenous, dan kebanyakan biodegradasi
lebih dibatasi oleh kurangnya nutrien bukan kurangnya mikroba.
Mikroba introduksi tidak
hanya harus mampu mendegradasi petroleum lebih baik daripada mikroba
indigenous., mikoba introduksi juga harus mampu berkompetisi untuk kelangsungan
hidup melawan campuran populasi organisme indigenous yang teradaptasi di
lingkungan mereka. Mikroba introduksi
juga harus mampu mengatasi kondisi fisik (misalnya temperatur air, kimia, dan
salinitas) dan predasi oleh spesies lain, faktor-faktor dimana organisme asli
lebih teradaptasi.
Waktu yang dibutuhkan mikroba
introduksi untuk mulai memetabolisme hidrokarbon juga penting. Jika seed culture dapat menstimulasi
kecepaatan biodegradasi, maka mikroba introduksi memiliki keuntungan daripada
mikroba indigenous yang mungkin membutuhkan waktu untuk beradaptasi. Seed culture juga harus stabil secara
genetis, tidak bersifat patogenik, dan tidak menghasilkan metabolit beracun.
Seeding with Genetically Engineered
Microorganisms (GEM)
Alasan dibuatnya organisme
adalah kemungkinan dapat didesain untuk mampu mendegradasi fraksi petroleum
lebih efektif daripada spesies alami atau mampu mendegradasi fraksi petroleum
yang tidak dapat didegradasi oleh spesies alami. Agar efektif, mikroorganisme
harus bisa mengatasi semua permasalahan terkait dengan seeding pada tumpahan
minyak dengan mikroba non indigenous.
Pengembangan dan penggunaan
GEM ini masih terbatasi oleh ilmu pengetahuan, ekonomi, regulasi, dan hambatan
pandangan publik, penggunaan GEM untuk remediasi lingkungan kemungkinan tidak
bisa dilakukan dalam waktu dekat. Kurangnya penelitian infrastruktur,
predominansi perusahaan di bidang bioremediasi, kurangnya sharing data, dan
halangan regulasi merupakan penghalang dalam penggunaan GEM secara komersial
(US Congress, 1991).
Pengembangan GEM untuk
aplikasi pada tumpahan minyak di laut bukan merupakan prioritas tinggi. Banyak
pihak yang menilai bahwa mikroorganisme alami memiliki potensi tinggi untuk
mendegradasi tumpahan minyak di laut sehingga GEM masih belum terlalu
dibutuhkan.
Pengaruh Aplikasi Teknologi Bioremediasi pada Lingkungan dan Kesehatan Manusia
Perhatian terhadap beberapa
efek lingkungan yang berpotensi merugikan semakin meningkat. Saah satunya yaitu
kemungkinan terjadinya eutrofikasi karena penambahan nutrien (fertilizer),
menyebabkan blooming alga dan deplesi oksigen; komponen dari fertilizer mungkin
juga bersifat racun pada biota laut yang sensitif atau berbahaya bagi kesehatan
manusia; introduksi mikroorganisme non indigenous bisa bersifat patogen bagi
beberapa spessies indigenous; penggunaan teknologi bioremediasi juga dapat
mengganggu keseimbangan ekologis; dan beberapa produk intermediet dari
bioremediasi kemungkinan juga berbahaya.
Efek merugikan yang mungkin
terjadi pada nutrient enrichment
telah diteliti pad tahun 1989-90 di Alaska. Untuk mendeterminasi potensi
eutrofikasi, ilmuwan mengukur kadar amonia, fosfat, klorofil, jumlah bakteri,
dan produktivitas primer di kolom air secara langsung pada lepas pantai yang
ditreatment dengan fertilizer dan juga di area kontrol. Ilmuwan tidak menemukan
perbedaan yang signifikan diantara area kontrol dan area experiment. Tidak ada
indikasi bahwa aplikasi fetilizer menstimulasi alga bloom. Akan tetapi hasil
penelitin ini tidak selalu bisa berlaku pada lingkungan dengan kondisi yang
berbeda dan spesies indigenous yang berbeda (US Congress, 1991).
Kemungkinan toksisitas
komponen fertilizer juga telah diuji di laboratorium dan lapangan pada beberapa
biota laut, termasuk sticklebacks fish, Pacific herring, silver salmon,
mussels, oysters, shrimp, dan mysids. Hasil pengujian menunjukkan bahwa
komponen tertentu dari fertilizer bersifat sedikit toksik pada larva kerang
yang merupakan spesies biota laut yang paling sensitif. Amonia, salah satu
komponen fertilizer yang menunjukkan sifat toksik akut pada hewan laut, tidak
pernah mencapai level toksik, kemungkinan dipengaruhi oleh fertilizer yang
dilepas di laut lepas.
Butoxyethanol yang merupakan
komponen pokok dari fertilizer oleofilik berpotensi berbahaya bagi beberapa
hewan laut. Komponen ini terveaporasi dari permukaan pantai kurang dari 24 jam.
Diperlukan tindakan tertentu ketika mengaplikasikan oleofilik fertilizer untuk
mencegah inhalasi atau kontak dengan kulit. Ilmuwan juga menunjukkan bahwa minyak
yang telah mengalami treatment tidak tercuci dan terakumulasi di jaringan
spesies biota laut yang diuji. Di lingkungan ini, dilusi, pasang surut, dan
evaporasi mereduksi potensi pengaruh yang signifikan. Di lingkungan lain,
keberadaan spesies, kedalaman air, dan termepratur air merupakan variabel yang
mempengaruhi estimasi potensi pengaruh (US Congress, 1991).
Belum ada bukti yang
menyatakan bahwa mikroba introduksi mungkin bersifat patogen bagi organisme
lain. Dalam sebuah experimen di North Slope, ilmuwan tidak menemukan adanya
kematian invertebrata yang lebih besar dengan bacterial seeding (atau
fertilisasi) daripada yang terjadi saat tumpahan minyak. Mikroorganisme yang
akan digunakan sebagai kandidat untuk seeding harus diteliti terlebih dulu
apakah bersifat patogen pada manusia atau hewan atau tidak, termasuk patogen
oportunistik seperti Pseudomonas spp.
Kemungkinan mikroba
introduksi untuk berproliferasi dan mengganggu keseimbangan ekologis kurang
menjadi perhatian. jika mikroba introduksi efektif, mikroorgnaisme tersebut
akan mati dan dimangsa oleh protozoa setelah mereka menggunakan minyak dari
tumpahan. Perhatian lebih besar yaitu mikroba yang diintroduksi dari lingkungan
lain tidak akan mampu berkompetisi sebaik spesies indigenous dan akan mati sebelum
mereka mendegradasi minyak secara efektif.
Perhatian yang sama dan lebih
besar pada mikroorganisme rekombinan yang diintroduksi. Sebelum organisme
diintroduksi pada lingkungan laut, pengetahun mengenai potensi pengaruh pada
lingkungan sangat dibutuhkan dan regulasi ofisial dan publik akan menjadi lebih
familiar dengan teknik mitigasi biologis.
Perhatian ekstra adalah bahwa
bakteri yang mendegradasi hidrokarbon kompleks yang terkandung dalam minyak
mungkin meninggalkan produk dari biodegradasi parsial yang lebih toksik pada
organisme laut daripada komponen original dari minyak. Produk interrmediet
misalnya quinon dan naftalena mungkin terdegradasi lebih jauh dan tidak
terakumulasi di lingkungan (US Congress, 1991).
Teknologi Bioremediasi Minim Resiko
Penggunaan teknologi
bioremediasi harus dilihat dari berbagai sudut pandang, yaitu ekologi, ekonomi,
keamanan, dan efisiensi serta efektivitas. Ketiga teknologi bioremediasi yang
dijelaskan di atas masing-masing memiliki kelebihan dan juga kekurangan jika
diaplikasikan. Pengaplikasian teknologi bioremediasi harus disesuaikan dengan
kondisi lingkungan tempat terjadinya tumpahan minyak serta daya dukung lainnya.
Ketiga
teknologi bioremediasi di atas termasuk dalam bioremediasi in situ.
Bioremediasi in situ adalah pengaplikasian teknologi bioremediasi langsung di
tempat terjadinya tumpahan minyak (tempat terkontaminasi). Kelebihan
bioremediasi in situ adalah biaya yang lebih murah karena tidak perlu melakukan
relokasi area yang terkontaminasi. Akan tetapi kekurangannya yaitu memungkinkan
terjadinya gangguan ekologis di sekitar area kontaminasi dan kontrolling
kondisi area lebih sulit dilakukan.
Melihat
kekurangan dari bioremediasi in situ yang memungkinkan terjadinya gangguan
secara ekologis, maka lebih baik remediasi dilakukan secara ex situ. Walaupun
bioremediasi ex situ mebutuhkan biaya operasional yang lebih mahal tetapi
kemungkinan efek negatif bioremediasi yang dilakukan dapat di lokalisir. Selain
itu kontrolling dan modifikasi kondisi dapat lebih mudah dilakukan untuk
meningkatkan laju biodegradasi sehingga proses bioremediasi lebih optimal.
Bioremediasi
ex situ dapat dioptimalkan dengan merelokasi bagian yang terkontaminasi dengan
tumpahan minyak pada suatu lokasi. Lokasi yang digunakan harus dipastikan
tertutup dari lingkungan sekitar untuk menghindarkan meluasnya kontaminasi atau
meluasnya efek negatif bioremediasi. Setelah dilakukan relokasi bioremediasi
dapat dilakukan dengan seeding
mikroorganisme tertentu yang memiliki kemampuan utnutk mendegradasi minyak.
Kondisi dari lokasi dapat dimodifikasi yaitu dengan meningkatkan suhu menjadi
optimal bagi mikroorganisme utntuk medegradasi minyak, menambahkan nutrien yang
diperlukan mikroorganisme pendegradasi minyak, dan juga dilakukan pengadukan
secara kontinyu untuk memaksimalkan proses biodegradasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar