Beberapa ahli mendefinisikan istilah “mangrove”
secara berbeda-beda, namun pada dasarnya merujuk pada hal yang sama. Tomlinson
(1986) mendefinisikan mangrove baik sebagai tumbuhan yang terdapat di daerah
pasang surut maupun sebagai komunitas.
Mangrove juga didefinisikan sebagai formasi tumbuhan daerah litoral yang
khas di pantai daerah tropis dan sub tropis yang terlindung (Saenger, dkk,
1983). Sementara itu Soerianegara
(1987) mendefinisikan hutan mangrove sebagai hutan yang terutama tumbuh pada
tanah lumpur aluvial di daerah pantai dan muara sungai yang dipengaruhi pasang
surut air laut, dan terdiri atas jenis-jenis pohon Aicennia, Sonneratia, Rhizophora,
Bruguiera, Ceriops, Lumnitzera,
Excoecaria, Xylocarpus, Aegiceras, Scyphyphora
dan Nypa.
Hutan mangrove merupakan hutan yang
terdapat di daerah pantai yang selalu atau
secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut
tetapi tidak terpengaruh oleh iklim
sedangkan daerah pantai adalah daratan yang terletak di bagian hilir Daerah Aliran Sungai (DAS) yang
berbatasan dengan laut dan masih dipengaruhi
oleh pasang surut dengan kelerengan kurang dari 8%. Snedaker (1978) memberikan pengertian panjang
mengenai hutan mangrove, yakni suatu kelompok jenis tumbuhan berkayu yang
tumbuh di sepanjang garis tropika dan subtropika yang terlindung dan memiliki
semacam bentuk lahan pantai dengan tipe tanah anaerob. Hutan mangrove merupakan masyarakat hutan halofil yang
menempati bagian zona intertidal zropika
dan subtropika berupa rawa atau hamparan lumpur yang dibatasi oleh pasang
surut. Halofil merupakan sebutan bagi organisme yang tidak dapat hidup
dalam lingkungan bebas garam, khususnya
yang berupa tumbuh-tumbuhan disebut halofita (halophitic vegetation). Menurut Nybakken (1993), hutan mangrove
adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu komunitas pantai
tropik yang didominasi oleh beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau
semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Hutan
mangrove meliputi pohon dan semak yang tergolong ke dalam 8 famili yang terdiri
atas 12 genera tumbuhan berbunga yaitu: Avicennia, Sonneratia, Rhizophora,
Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus, Lummitzera, Laguncularia, Aegiceras,
Aegiatilis, Snaeda dan Conocarpus
(Bengen, 2000). Kata mangrove mempunyai dua arti, pertama sebagai
komunitas, yaitu komunitas atau masyarakat tumbuhan atau hutan yang tahan
terhadap kadar garam/salinitas (pasang surut air laut) dan kedua sebagai
individu spesies (Macnae, 1968).
Organisme
penyusun ekosistem mangrove yaitu tumbuhan mangrove itu sendiri dan organisme
lain, misalnya bakteri, serangga, ikan, burung dsb. Khusus untuk tumbuhan
penyusun mangrove, terdapat klasifikasi dan zonasi tertentu. Menurut Tomlinson
(1986), vegetasi mangrove dibedakan menjadi tiga, yaitu :
a. Mangrove mayor, yaitu tumbuhan yang
sepenuhnya hidup pada ekosistem mangrove di daerah pasang surut dan tidak
tumbuh di ekosistem lain. Tumbuhan ini beradaptasi secra morfologi dan
fisiologi untuk hidup dalam lingkungan mangrove. Contoh tumbuhan yang termasuk
dalam mangrove mayor antara lain Avicennia,
Bruguiera, Ceriops, Lumnitzera, Nypa
fruticans, Rhizophora, dan Sonneratia
(Setiawan et al, 2002).
b. Mangrove minor, yaitu tumbuhan hidup
di tepian ekosistem mangrove dan tidak mampu membentuk komponen utama vegetasi
yang mencolok. Tumbuhan yang termasuk dalam mangrove minor yaitu Acrostichum, Aegiceras, Excoecaria
agallocha, Heritiera littoralis, Osbornia octodonta, Pemphis acidula,
Scyphiphora hydrophyllacea, dan
Xylocarpus (Setiawan et al, 2002).
c. Mangrove asosiasi adalah tumbuhan
yang toleran terhadap salinitas, yang tidak ditemukan secara eksklusif di hutan
mangrove dan hanya merupakan vegetasi transisi ke daratan atau lautan, namun mereka berinteraksi
dengan true mangrove. Tumbuhan asosiasi adalah spesies yang berasosiasi dengan
hutan pantai atau komunitas pantai dan disebarkan oleh arus laut. Tumbuhan ini
tahan terhadap salinitas, seperti Terminalia,
Hibiscus, Thespesia, Calophyllum, Ficus, Casuarina, beberapa polong, serta semak Aslepiadaceae dan Apocynaceae. Ke arah tepi laut tumbuh Ipomoea
pes-caprae, Sesuvium portucalastrum dan
Salicornia arthrocnemum
mengikat pasir pantai. Spesies seperti
Porteresia (=Oryza) coarctata toleran terhadap berbagai
tingkat salinitas. Ke arah darat terdapat kelapa (Cocos
nucifera), sagu (Metroxylon sagu),
Dalbergia, Pandanus, Hibiscus tiliaceus
dan lain-lain (Setiawan et al, 2002).
Selain
tumbuhan, organisme mikro juga banyak sekali ditemukan pada ekosistem mangrove.
Mangrove memiliki fungsi ekologi sangat penting. Sesendok teh lumpur mangrove
mengandung lebih dari 10 juta bakteri, lebih kaya dari lumpur manapun. Bakteri
ini membantu peruraian serasah daun dan bahan organik lain, sehingga hutan
mangrove menjadi sumber nutrisi penting bagi tumbuhan dan hewan, serta ikut
pula menjaga daur nutrisi pada habitat perairan pantai. Perairan payau di muara sungai yang dibatasi
mangrove merupakan standing stock fitoplankton, sangat rapat didominasi oleh
diatom, khususnya genus Coscinodiscus,
Pleurosigma, dan Biddulphia.
Adapun zooplankton diwakili oleh hampir semua hewan akuatik mulai dari
protozoa, telur ikan, dan larva semua hewan Echinodermata. Bakteri patogen
seperti Shigella, Aeromonas, dan Vibrio
dapat bertahan pada air mangrove yang kaya nutrien, kadang-kadang tercermari
bahan kimia berbahaya, pestisida, pupuk kimia, limbah rumah tangga dan
industri. Beberapa bakteri lignolitik, sellulolitik, proteolitik dan
mikroorganisme lain dapat menguraikan molekul organik yang besar seperti tanin
dan selulosa menjadi fragmen-gragmen lebih kecil yang bermanfaat. Alga tingkat
tinggi biasa ditemukan menempel pada tumbuhan mangrove, khususnya di akar
penyangga dan akar napas (pneumatofora) lainnya. Mikrobia, bakteri, fungi, dan alga hijau-biru (Cyanobacteria) merupakan
elemen tanah mangrove yang penting (Setiawan et al, 2002).
Invertebrata yang ditemukan di hutan mangrove umumnya adalah artropoda yang meliputi
serangga, Chelicera dan Crustacea, serta moluska baik gastropoda maupun
bivalvia. Sedangkan vertebrata yang banyak ditemukan adalah ikan dan burung.
Dalam jumlah terbatas ditemukan pula reptilia dan mamalia. Amfibia sangat jarang
ditemukan di kawasan mangrove (Setiawan et al, 2002).
Insekta merupakan taksa yang sangat
banyak ditemukan di hutan mangrove, berupa berbagai jenis ngengat (Odites), kutu (Crypticerya jacobsoni dan Dysdercus
decussatus), kumbang (Monolepta),
lalat (Elleipsa quadrifasciata),
semut (Tetraponera), dan jengkerik (Apteronemobius asahinai). Bersama dengan
Crustacea dan Chelicera, serangga merupakan Arthropoda yang banyak ditemukan di
mangrove (Setiawan et al, 2002).
Crustacea seperti remis, udang dan
kepiting sangat melimpah di hutan mangrove. Salah satu yang terkenal adalah
kepiting lumpur (Thalassina anomala) yang dapat membentuk gundukan tanah besar
di mulut liangnya, serta kepiting biola (Uca spp.) yang salah satu capitnya sangat besar.
Terdapat sekitar 60 spesies kepiting di hutan mangrove. Kebanyakan memakan
dedaunan, lainnya memakan alga atau detritus di sedimen tanah dan membuang
sisanya dalam gumpalan-gumpalan pelet. Contoh crustacea lain yang hidup di
ekosistem mangrove yaitu Macrobrachium
equidens (udang muara), Caridina
propinqua, Penaeus (udang laut), Varuna
yui (kepiting pendayung), Scylla
olivacea (kepiting lumpur kuning), Myomenippe
harwicki (kepiting batu), Thalassina
anomala (kepiting lumpur), Coenobita
cavipes (pong-pongan), dan Euraphia
withersi (teritip) (Setiawan et al, 2002).
Chelicera. Chelicera yang dapat dijumpai
di hutan mangrove antara lain laba-laba, contohnya Hyllus diardii, Argiope
mangal, Ligurra latidens; kutu
(mite), misalnya Trombiculus; dan
kepiting ladam (Carcinoscorpius
rotundicauda). Moluska, beserta Arthropoda, merupakan inverterbrata paling
banyak dijumpai di hutan mangrove, baik Gastropoda maupun Bivalvia. Contoh
molusca yang hidup di ekosistem mangrove yaitu
Nerita lineata, Chicoreus
capucinus, Nassarius jacksonianus, Onchidium griseum, dan Marcia marmorata (Setiawan et al,
2002).
Hutan mangrove merupakan tempat aman
bagi berbagai jenis burung dan ikan untuk mencari makan, bersarang dan tinggal.
Kebanyakan ikan yang hidup di mangrove juga ditemukan di laut sekitar pantai.
Ikan ini tinggal di hutan mangrove pada waktu atau tahap tertentu, misalnya
pada saat muda dan musim kawin. Terdapat pula jenis ikan tawar yang dapat hidup
di area mangrove. Ketersediaan makanan dan perlindungan merupakan faktor
penting yang menyebabkan ikan bermigrasi keluar masuk lingkungan ini. Contoh
jenis ikan yang menghuni ekosistem mangrove yaitu Chanos chanos, Scatophagus argus, Stigmatogobius sadanundio, Oryzias
javanicus, Mystus gulio, dan Zenarchopterus
buffonis. Ikan gelodok (Periophthalmodonidae; Gobiidae) merupakan salah
satu dari sedikit hewan yang habitatnya terbatas di area mangrove. Mereka
membentuk lubang dalam tanah dan dapat berenang seperti ikan dengan menggunakan
sirip pektoral, akan tetapi juga dapat memanjat pohon atau melewati tanah
dengan sirip tersebut. Beberapa jenis ikan gelodok antara lain, Periophthalmodon schlosseri, Periophthalmus
novemradiatus, dan Boleophthalmus boddarti (Setiawan et al,
2002).
Beberapa spesies burung pada musim
tertentu membutuhkan mangrove untuk mencari makanan dan perlindungan. Burung
pemakan madu dan loriket mengunjungi mangrove pada musim berbunga. Burung lain
seperti merpati imperial juga tinggal di mangrove selama musim kawin. Mangrove
merupakan habitat penting bagi migrasi tahunan dan dapat menjadi tempat
berlindung pada musim kemarau atau apabila hutan di dekatnya ditebangi. Burung
air yang sering mengunjungi mangrove antara lain: jabiru, bangau, heron,
sedangkan robin, kutilang, burung madu, dan raja udang merupakan burung daratan
yang secara tetap menggunakan ekosistem mangrove. Katak jarang dijumpai di kawasan mengrove. Airnya
yang asin barangkali kurang cocok dengan kondisi kulit katak yang relatif
tipis. Jenis katak yang kadang-kadang dapat ditemukan di kawasan mangrove
adalah Rana cancrivora (Setiawan et
al, 2002).
Buaya muara (Crocodilus porosus) merupakan hewan mangrove paling buas. Mereka
tidak selalu bersarang di mangrove, tertapi dapat bersarang pada vegetasi di
sekitar mangrove atau pada sungai-sungai kecil yang terhubung ke pantai. Pada
saat pasang reptil ini menuju mangrove untuk mencari makan. Buaya muda
memakan kepiting, udang, ikan gelodok
dan ikan kecil lainnya, ketika dewasa mereka juga memakan burung dan mamalia.
Ular laut dan ular darat kadang-kadang ditemukan sebagai pengunjung mangrove.
Ular piton merupakan pengunjung paling sering dijumpai di mangrove. Di kawasan
mangrove sendiri terdapat beberapa jenis ular yang menggunakan mangrove sebagai
habitat primernya. Kadal dan biawak yang memakan insekta, ikan, kepiting dan
kadang-kadang burung juga menggunakan mangrove sebagai habitat utama (Setiawan
et al, 2002).
Kelelawar buah (kalong) sering membentuk
koloni besar di hutan mangrove dan bergelantungan di siang hari. Mamalia lain
yang dapat dijumpai di tempat ini antara lain barang-barang, bajing, anjing,
tikus, kera, demikian pula babi dan kerbau air (Setiawan et al, 2002).
Mangrove
mempunyai banyak manfaat baik langsung maupun tidak langsung, baik ekonomis
atau ekologis. Hutan mangrove merupakan salah satu ekosistem paling produktif
dan memiliki nilai ekonomi tinggi, antara lain sebagai sumber bahan bangunan, kayu
bakar, arang, tanin, zat warna, bahan makanan, bahan obat, bahan baku dan
lain-lain. Keanekaragaman hayati ekosistem mangrove berpotensi besar untuk
menghasilkan produk berguna di masa depan (bioprospeksi). Tumbuhan obat yang
selama ini dimanfaatkan secara tradisional dapat diteliti secara mendalam
hingga diperoleh obat modern.
Hutan mangrove mampu melindungi pantai
dari abrasi, menjaga intrusi air laut, menahan limbah dari darat dan laut,
menjaga daur global karbon dioksida, nitrogen dan belerang, tempat lahir dan
bersarangnya ikan, udang, kerang, burung, dan biota-biota lain, serta berperan dalam ekoturisme dan
pendidikan. Namun sejumlah besar area hutan mangrove di dunia telah hilang
karena pengambilan kayu, kegiatan pertanian, perikanan, industri, perdagangan,
perumahan dan gangguan alam. Mangrove merupakan ekosistem produktif dengan
berbagai nilai ekonomi dan fungsi lingkungan yang penting. Kegunaan mangrove
dibagi dalam dua kategori. Pertama, kegunaan langsung berupa keuntungan ekonomi
dalam berbagai bentuk. Kedua, kegunaan tidak langsung berupa fungsi ekologi
sebagai tempat pemijahan ikan, udang dan spesies komersial lain; mencegah
pantai dari erosi, menjaga tanah, dan
stabilisasi sedimen; purifikasi polutan secara alamiah; fungsi
sosial-budaya, ekowisata dan pendidikan.
Referensi :
MacNae, W. 1968.
A General Account of the Fauna and Flora of Mangrove Swamps and Forests
in the Indo-West-Pacific Region. Adv. mar. Biol., 6: 73-270.
Noor, Yus
Rusila, M. Khazali, I. N. N. Suryadiputra. 2006. Panduan Pengenalan Mangrove di
Indonesia. PHKA/WI-IP, Bogor
Nybakken, J.W.
1993. Marine Biology, An Ecological Approach. Third edition. New York: Harper Collins
College Publishers.
Saenger, P.,
E.J. Hegerl & J.D.S. Davie.
1983. Global Status of Mangrove
Ecosystems. IUCN Commission on Ecology Papers No. 3, 88 hal.
Setiawan, Ahmad
Dwi, Ari Susilowati dan Sutarno. 2002. Biodiversitas Genetik, Spesies dan
Ekosistem Mangrove di Jawa Petunjuk Praktikum Biodiversitas; Studi Kasus
Mangrove. UNS Press. Semarang
Soerianegara,
I. 1987.
Masalah Penentuan Batas Lebar Jalur Hijau Hutan Mangrove. Prosiding
Seminar III Ekosistem Mangrove.
Jakarta. Hal 39.
Tomlison, P.B.
1986. The Botany of Mangrove. London: Cambridge University Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar