Minggu, 08 April 2012

Fitostabilisasi Logam Berat

Logam berat dikenal sebagai salah satu bahan beracun. Substansi beracun ini lepas ke lingkungan dan menyebabkan berbagai efek racun pada organisme melalui rantai makanan. Logam berat, misalnya cadmium, tembaga, timbal, kromium, seng, dan nikel merupakan polutan lingkungan yang penting, terutama wilayah dengan tekanan antropogenik. Berdasarkan sifat kimiawi dan fungsi biologisnya, logam berat membentuk gugus heterogen dengan toksisitas yang bervariasi tergantung jenis logam dan konsentrasinya. Kebanyakan dari logam berat (Hg, Cd, Ni, Pb, Cu, Zn, Cr, Co) bersifat sangat toksik baik dalam bentuk elemental ataupun garam terlarut. Keberadaan logam berat di atmosfer, tanah, dan air, walaupun dalam jumlah sedikit dapat menyebabkan masalah yang serius pada organisme. Bioakumulasi logam berat pada rantai makanan sangat berbahaya bagi kesehatan manusia (Jadia dan Fulekar, 2009).
Semua tumbuhan memiliki kemampuan untuk mengakumulasi logam esensial (Ca, Co, Cu, Fe, K, Mg, Mn, Mo, Na, Ni, Se, V dan Zn) dari tanah. Kemampuan ini juga memungkinkan tumbuhan untuk mengakumulasi logam lain yang non esensial (Al, As, Au, Cd, Cr, Hg, Pb, Pd, Pt, Sb, Te, Tl dan U) yang diketahui tidak memiliki fungsi biologi. Logam tidak bisa diurai dan ketika konsentrasi dalam sel tumbuhan melebihi batas atau level optimal dapat menyebabkan toksisitas langsung dengan merusak struktur sel dan menghambat kinerja enzimatis. Logam berat juga dapat menyebabkan efek toksik tidak lakngsung dengan menggantikan nutrien esensial pada pertukaran kation pada tumbuhan. Beberapa tumbuhan telah mengembangkan toleransi terhadap adanya sejumlah besar logam di lingkungan, yaitu :
1. exclusion, dimana transpor logam dibatasi dan konsentrasi logam dijaga di bagian akar.
2. inclution, dimana konsentrasi logam di tumbuhan merefleksikan konsentrasi logam di tanah (hubungan linier)
3. bioakumulasi, dimana logam diakumulasi di bagian akar dan bagian atas tumbuhan baik pada kondisi konsentrasi logam di tanah tinggi atau rendah.
(Jadia dan Fulekar, 2009).
Tumbuhan telah banyak digunakan untuk meremediasi tanah, air ataupun udara. Salah satu pemanfaatan tumbuhan untuk remediasi adalah fitostabilisasi. Fitostabilisasi adalah penggunaan tumbuhan untuk terutama bagian akarnya untuk membatasi mobilitas dan bioavailabilitas kontaminan di tanah. Penggunaan tumbuhan bertujuan  untuk (1) mengurangi jumlah pelarutan oleh air melewati matriks tanah yang mungkin akan menghasilkan pembentukan substansi berbahaya, (2) berperan sebagai penghalang untuk mencegah kontak langsung dengan tanah yang terkontaminasi, dan (3) mencegah erosi tanah dan distribusi logam toksik ke area lain. (Raskin  and Ensley,  2000 dalam Jadia dan Fulekar, 2009; Bashan et al., 2011). Seperti tumbuhan yang umum digunakan untuk remediasi, pada fitostabilisasi tumbuhan yang banyak digunakan yaitu yang memiliki jumlah akar yang banyak dimana akar tersebut memiliki luasan area tutupan yang besar sehingga efektif dalam pengikatan polutan (Gan et al., 2009), dapat menghasilkan biomassa yang tinggi walaupun terdapat polutan (logam berat) dalam konsentrasi yang tinggi di tanah dan mampu mencegah translokasi polutan dari akar ke bagian aerail tumbuhan (Santibanez et al., 2008).
Contoh tumbuhan yang banyak digunakan untuk fitostabilisasi karena memiliki kriteria yang sesuai yaitu Quercus ilex yang mampu mengikat 7g/kg logam berat Cd di bagian akarnya dan memiliki koefisien transfer yang kecil yaitu hanya 0.03 (Dominguez et al., 2009). Jenis tumbuhan lainnya antara lain Lolium perenne (Santibanez et al., 2008; Chen et al., 2008; Pitchel dan Bradway, 2008), Medicago trunculata (Chen et al., 2008), Vetiver zizanioides(Lai dan Chen , 2004), Silphium perfoliatum (Zhang et al., 2010), Atriplex sp. (Grandlic et al., 2009; Nedjimi dan Daoud, 2009)
Dasar dari fitostabilisasi adalah logam yang tidak dapat didegradasi maka cara mengatasinya adalah dengan mencegah persebarannya meluas ke area lain merupakan alternatif terbaik (Bashan et al., 2011). Fitostabilisasi dapat terjadi dengan cara pengikatan, presipitasi, kompleksasi, atau reduksi valensi logam. Fitostabilisasi sangat berguna untuk pengolahan timbal, arsenik, cadmium, kromium, tembaga, dan seng. Beberapa keuntungan dari teknologi ini yaitu pembuangan material berbahaya/biomassa tidak perlu dilakukan dan efektif saat imobilisasi cepat dibutuhkan untuk melindungi air tanah dan air permukaan (Jadia dan Fulekar, 2009). Fitostabilisasi tidak memindahkan logam ke jaringan tumbuhan, melainkan mengikat logam pada tanah sekitar akar sehingga bioavailabilitasnya berkurang dan mereduksi kemungkinan kontak dengan organisme terutama manusia (Bashan et al., 2011). Menurut penelitian dari Perez-de-Mora et al. (2011) teknologi fitostabilisasi memiliki resiko lingkungan yang lebih kecil daripada teknologi fitoremediasi lainnya karena logam berat yang tidak ditransfer ke jaringan tumbuhan sehingga kemungkinan terjadi transfer polutan melalui rantai makanan sangat kecil.
Faktor yang mendukung optimalisasi fitostabilisasi adalah konsorsium bakteri yang terdapat pada rhizosphere akar tumbuhan. Bakteri ini disebut sebagai PGPB (Plant Grwoth Promoting Bacteria) dimana bakteri ini berperan banyak dalam proses fitostabilisasi. PGPB mendorong peningkatan pertumbuhan vegetatif tumbuhan dengan cara : (1) PGPB menghasilkan ACC-deaminase yang memicu elongasi akar dan pertumbuhan tumbuhan secara umum pada tanah yang terkontaminasi logam berat (terutama Cd) tetapi tanpa terjadi ekstraksi, (2) PGPB mengurangi tingkat toksisitas logam berat dengan mengurangi sensitivitas tumbuhan pada konsentrasi logam berat yang lebih tinggi (Bashan et al., 2011). Penggunaan PGPB ini bisa dilakukan secara alami maupun secara buatan. Secara alami jika pada tanah yang terkontaminasi sudah terdapat mikrorrganisme yang tahan terhadap logam berat yang berasosiasi dengan tumbuhan pada bagian rhizospherenya. Atau dengan menginokulasi mikroorganisme yang diisolasi dari tanah yang terkontaminasi logam berat pada tanah yang akan diolah dengan fitostabilisasi (Bashan et al., 2011). Jenis bakteri yang digunakan juga bermacam-macam misalnya Azospirilum, Bacillus (Bashan et al., 2011), Burkholderia, Arthrobacter (Grandlic et al., 2009), etc.
Selain PPGB, organisme lain yang terdapat pada bagian rhizosphere tumbuhan juga berperan dalam fitostabilisasi. Salah satu organisme tersebut adalah mikorhiza atau biasa disebut sebagai Arbuscular Mikorhiza (AM). Arbuscular mikorhiza berperan dalam melindungi akar terhadap konsentrasi logam berat yang tinggi di tanah. AM meningkatkan retensi akar tumbuhan pada logam berat dan menyediakan nutrisi untuk pertumbuhan tumbuhan sehingga tumbuhan dapat tetap tumbuh dengan baik. Salah satu penelitian menyebutkan bahwa aplikasi Glomus intraradices  pada tumbuhan Medicago truncatula dan Lolium perenne dapat meningkatkan kemampuan fitostabilisasi dai kedua tumbuhan tersebut pada logam berat Uranium (Chen et al., 2007).
Selain faktor organisme lain, tumbuhan juga memiliki mekanisme sendiri terkait dengan kemampuan mengimmobilisasi logam. Mekanisme tersebut yaitu sekresi fitochelatin dan kompartementalisasi logam (polutan). Fitochelatin merupakan senyawa organik yang disekresi oleh tumbuhan untuk mengimmobilisasi logam danatau meeduksi toksisitas logam yang ada di tanah sehingga dapat diikat di daerah rhizosphere oleh tumbuhan. Penelitian menunjukkan bahwa pada Oenothera odorata yang terekspos logam berat Cd dalam konsentrasi tinggi, tumbuhan tersebut menghasilkan fitochelatin dengan gugus thiol yang dapat mengikat logam berat Cd. Peningkatan konsentrasi logam berat Cd pada tanah mengakibatkan peningkatan produksi fitochelatin oleh tumbuhan pula (Son et al., 2012). Selain fitochelatin alami yang diproduksi oleh tumbuah itu sendiri, fitostabilisasi dapat dioptimalisasi dengan menambahkan senyawa kimia organik yang dapat berfungsi sebagai chelator, yaitu mengikat logam berat, misalnya EDTA. EDTA dapat digunakan sebagai chelator karena senyawa organik merupakan ligan dari loga, berat sehingga logam akan sangat mudah berikatan dengan EDTA membentuk kompleks. Penelitian dari Lai dan Chen tahun 2004 menunjukkan bahwa dengan penambahan EDTA dengan konsengtrasi yang tepat dapat meningkatkan kemampuan dari tumbuhan rumput Vetiver zizanioides dalam mengimobilisasi logam berat Cd dan Pb.
Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa mekanisme fitostabilisasi merupakan mekanisme pengikatan (kompartementalisasi), presipitasi, kompleksasi, dan reduksi logam valensi logam berat (Jadia dan Fulekar, 2009; Son et al., 2012). Faktor eksternal yang membantu optimalisasi fitostabilisasi yaitu dengan adanya organisme yang berasosiasi dengan tumbuhan di bagian rhizosphere, misalnya bakteri yang berperan sebagai PGPB dan mikrohiza atau yang disebut sebagai arbuscular mikorhiza. PGPB dan arbuscular mikorhiza berpran dalam mekanisme kompartementalisasi logam berat yaitu dengan memicu pengikatan polutan berupa logam berat yang ada di tanah diimobilisasi oleh tumbuhan di bagian akar serta mendorong pertumbuhan vegetatif akar untuk meningkatkan kemampuan tumbuhan dalam mengikat logam berat dengan jumlah yang lebih banyak (Bashan et al., 2011; Chen et al.,  2012). Selain itu ada juga bakteri yang berasosiasi dengan tumbuhan tetapi tidak berperan sebagai PGPB, bakteri ini memicu proses fitostabilisasi logam dengan cara mereduksi logam berat sehingga valensi logam berat berkurang dan imobilitasnya berkurang, kemudain dapat diikat oleh tumbuhan pada bagian akarnya (Bashan et al., 2009). Sedangkan fitochelatin yang dihasilkan oleh tumbuhan berpean dalam mekanisme kompleksasi da presipitasi logam berat. Presipitasi terjadi dengan pengikatan logam berat terlarut oleh fitochelatin sehingga terjadi suspensi logam berat tidak terlarut sehingga logam menjadi imobil. Selain itu fitochelatin juga dapat membentuk kompleks dengan logam berat (kompleksasi) sehingga toksisitas logam beratberkurang dan dapat diikat oleh tumbuhan di bagian akarnya (Son et al., 2012).
            Tujuan akhir dari fitostabilisasi tidak hanya sebagai vegetative cap untuk menstabilisasi logaam berat di zona akar tetapi juga untuk mengolah tanah sehingga memicu suksesi tumbuhan yang mendukung diversitas tumbuhan indigenous pada tanah yang tercemar logam berat. Pengolahan tanah yang terkontaminasi logam berat dengan menggunakan teknologi fitostabilisasi tidak mengurangi konsentrasi logam berat dalam tanah, hanya mengurang mobilitas logam berat tersebut sehingga tumbuhan indigenous yang tidak toleran dapat tumbuh kembali pada area tersebut, peristiwa ini disebut sebagai revegetasi. Dengan terjadinya revegetasi maka fungsi ekologis lahan juga akan kembali (Bashan et al.,  2009). Selain itu fitostabilisiasi juga bertujuan untuk menstabilkan tanah yang terkontaminasi sehingga meminimalisasi erosi oleh air maupun angin dengan begitu perluasan penyebaran polutan dapat dicegah (Santibanez et al., 2008)
            Kekurangan dari aplikasi teknologi fitostabilisasi ini adalah tanah yang terkontaminasi tidak boleh digunakan untuk aktivitas lain selain untuk lahan terbuka hijau. Hal ini bertujuan untuk meminimalisasi adanya kontak antara manusia dengan tanah yang terkontaminasi mengingat kontaminan berupa logam berat tidak tergedradasi melainkan hanya terstabilisasi dan tetap berada dalam tanah. Selain itu lahan juga harus dihindarkan dari hewan herbivor pemakan tumbuhan karena beberapa jenis tumbuhan tidak hanya melakukan melakukan mekanisme stabilisasi logam berat di akar melainkan juga di bagian aerial sehingga beresiko terjadi transfer logam berat melalui rantai makanan walaupun kemungkinannya kecil. Monitoring yang kontinyu harus dilakukan terus menerus di lahan untuk memastikan kondisi stabil masih terus berlangsung. Monitoring dilakukan dengan mengontrol aliran air di lahan tersebut karena jika lairan air terlalu besar maka akan menurukan kemampuan fitostabilisasi tumbuhan (Bashan et al., 2009).





Referensi :
Bashan, Luz  E.,  Juan-Pablo  Hernandez,  Yoav  Bashan. 2011. The  potential  contribution  of  plant  growth-promoting  bacteria  to  reduce environmental degradation –A comprehensive evaluation. Applied Soil Ecology xxx (2011) xxx– xxx
Chen, Baodong, Per Roos, Yong-Guan Zhu, Iver Jakobsen. 2008. Arbuscular mycorrhizas contribute to phytostabilization of uranium in uranium mining tailings. Journal of Environmental Radioactivity 99 (2008) 801e810
Domínguez, María T., Fernando Madrid, Teodoro Marañón, José M. Murillo. 2009. Cadmium availability in soil and retention in oak roots: Potential for phytostabilization. Chemosphere 76 (2009) 480–486
Gan, S., E.V. Lau, H.K. Ng. 2009. Remediation of soils contaminated with polycyclic aromatic hydrocarbons (PAHs). Journal of Hazardous Materials 172 (2009) 532–549
Grandlic, Christopher J., Michael W. Palmer, Raina M. Maier. Optimization of plant growth-promoting bacteria-assisted phytostabilization of mine tailings. Soil Biology & Biochemistry 41 (2009) 1734–1740
Jadia, Chhotu D. and M. H. Fulekar. 2009. Phytoremediation of heavy metals: Recent techniques. African Journal of Biotechnology Vol. 8 (6), pp. 921-928, 20 March, 2009
Lai, Hung-Yu, Zueng-Sang Chen. 2004. Eects of EDTA on solubility of cadmium, zinc, and lead and their uptake by rainbow pink and vetiver grass. Chemosphere 55 (2004) 421–430
Nedjimi, Bouzid, Youcef Daoud. 2009. Cadmium accumulation in Atriplex halimus subsp. Schweinfurthii and its influence on growth, proline, root hydraulic conductivity and nutrient uptake. Flora 204 (2009) 316–324
Pérez-de-Mora, Alfredo, Paula Madejón, Pilar Burgos, Francisco Cabrera, Nicholas W. Lepp, Engracia Madejón. 2011. Phytostabilization of semiarid soils residually contaminated with trace elements using by-products: Sustainability and risks. Environmental Pollution 159 (2011) 3018e3027
Pichtel, J., D.J. Bradway. 2008. Conventional crops and organic amendments for Pb, Cd and Zn treatment at a severely contaminated site. Bioresource Technology 99 (2008) 1242–1251
Santibáñez, Claudia, Cesar Verdugo, Rosanna Ginocchio. 2008. Phytostabilization of copper mine tailings with biosolids: Implications formetal uptake and productivity of Lolium perenne. Science of The Total Environment 395 (2008) 1 – 10
Son, Kyung-Ho, Dae-Yeon Kim, Namin Koo, Kwon-Rae Kim, Jeong-Gyu Kim, Gary Owens. 2012. Detoxification through phytochelatin synthesis in Oenothera odorata exposed to Cd  solutions. Environmental and Experimental Botany 75 (2012) 9–  15
Zhang, Xingfeng, Hanping Xia, Zhian Li, Ping Zhuang, Bo Gao. 2010. Potential of four forage grasses in remediation of Cd and Zn contaminated soils. Bioresource Technology 101 (2010) 2063–2066

3 komentar:

  1. Waw... mas Awik amazing.... :D

    BalasHapus
  2. The gambling industry is booming and online gambling is
    The industry is booming and 경산 출장마사지 online gambling is on 구리 출장마사지 a global scale. 당진 출장샵 We don't have a real-world perspective on the online gambling 부산광역 출장샵 market, 광주 출장마사지

    BalasHapus