Selasa, 17 April 2012

Ruang Terbuka Hijau



RTH (Ruang Terbuka Hijau) merupakan kebutuhan terhadap suatu wilayah. Pengembangan RTH seharusnya dialokasikan pada posisi sentral pada kebijaksanaan spasial (Maas et al.,  2006). Pada umumnya, luasan area RTH berkorelasi negatif terhadap jumlah penduduk, berarti semakin banyak jumlah penduduk maka semakin sempit RTH yang ada padahal kebutuhan RTH meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk (Maas et al.,  2006). Hal ini seperti yang terjadi di Hanoi, dimana diperlukan peningkatan luas RTHJ dari 6842 ha menjadi 10.228 ha pada tahun 2020 sementara jumlah penduduk terus bertambah (Uy dan Nakagoshi, 2008). Kesulitan utama dalam implementasi RTH pada suatu regional dan perkotaan yaitu adanya kebijakan pengembangan industri dan pelayanan umum dimana pengembangan industri kerap menginvasi RTH yang terletak berdekatan dengan industri tersebut, pembangunan infrastruktur perkotaan yang biasanya menggusur RTH, dan permasalahan finansial dan pendapatan yang membatasi kemungkinan untuk menciptakan RTH baru dan mengelola RTH (Li et al., 2005).
Pengembangan RTH secara ekologis harus mempertimbangkan konten ekologis, konteks ekologis, dinamika ekologis, heterogenitas ekologis, dan hierarki ekologis (Flores et al.,  1998). Pemilihan spesies yang akan ditanam untuk dijadikan RTH juga harus memenuhi kriteria utama yaitu memiliki kemampuan mengurangi polusi udara dan sesuai untuk lingkungan kota. Kriteria pertama yaitu memiliki kemampuan mengurangi polusi mencakup kriteria lain yaitu jenis pohon (evergreen/deciduous), dimensi (tinggi pohon dewasa, ukuran kanopi), laju pertumbuhan, karakteristik daun, toleran terhadap polusi udara, dan potensi emisi VOC (Volatile Organic Compound) dan pollen). Sedangkan kriteria kedua yaitu sesuai dengan lingkungan perkotaan mencakup kriteria toleran terhadap hama dan penyakit, toleran terhadap berbegai kondisi tanah, mampu beradaptasi dengan iklim, toleran terhadap kekeringan, dan berumur panjang (Yang et al., 2005)
RTH memberikan manfaat multidimensional (Millard, 2000). Adanya RTH memberikan keuntungan di berbagai bidang, antara lain ekonomi, sosial, dan lingkungan. Keuntungan di bidang ekonomi mencakup biaya (reklamasi dan regenerasi), ketenagakerjaan (kesejahteraan), efisiensi energi ( pemanasan dan pendinginan), investasi ke dalam, nilai jual tanah (harga tanah, properti, pajak), pariwisata, dan industri. Keuntungan di bidang sosial meliputi  aksesibilitas, kenyamanan publik, peningkatan interaksi publik, konservasi warisan budaya, pendidikan, aset rekreasi, estetika, reduksi kriminalitas, mitigasi bencana alam. Keuntungan di bidang lingkungan meliputi perbaikan kualitas udara, temperatur, dan polutan, biodiversitas, mitigasi perubahan iklim, penghasil oksigen, konservasi alam, kualitas dan stabilisasi tanah, dan kualitas air (Doick et al., 2009; Tiwary et al., 2009; Escobedo et al., 2011; Greca et al.,  2011; Keenleyside et al., 2009; Kleerekoper et al., 2011; Jim dan Chen, 2009; Cameron et al., 2012). Akan tetapi, menurut Lo dan Jim (2012), RTH lebih difungsikan pada pragmatis mikroklimatik daripada fungsi sosial.
Penelitian dari Jim dan Chen (2010) pada RTH di kota Hongkong menunjukkan bahwa taman kota dapat memunculkan dan meningkatkan nilai ekonomi dengan menyediakan tempat publik yang dapat diakses oleh berbagai kalangan sosial, juga bernilai sosial karena meningkatkan interaksi antar penduduk. Selain itu RTH di Hongkong juga berperan dalam pengurangan polutan udara, sebagai penyangga secara ekologis, dan habitat yang mengakomodasi biodiversitas.
Salah satu peran penting RTH yaitu terhadap pencegahan pemanasan global. RTH mampu menyerap gas CO dan CO2 yang merupakan gas rumah kaca penyebab pemanasan global. Penelitian dari Yang et al. (2005) menunjukkan bahwa pohon yang terletak pada bagian utama kota Beijing telah mampu menyerap CO2 sebanyak 0.2 juta ton dalam bentuk biomassa. Selain menyerap gas CO dan CO2 yang merupakan gas rumah kaca, RTH juga berperan dalam mengemisikan VOC (Volatile Organic Compound) ke atmosfer yang berperan dalam pembentukan lapisan ozon (Tiwary et al., 2009; Bealey et al., 2007; kleerekoper et al., 2011). Selain itu, adanya RTH juga meminimalisasi efek dari pemanasan global, dimana dengan adanya RTH dapat menurunkan suhu (Keenleyside et al., 2009; Kleerekoper et al., 2011), yaitu sebanyak 0.5oC – 2.3oC (Hall  et al.,  2011).
RTH juga berkorelasi positif terhadap kesehatan penduduk (Maas et al.,  2006; Tiwary et al., 2009). Kuantitas dan kualitas RTH berpengaruh signifikan terhadap kesehatan (Mitchell and Propham, 2007). Menurut penelitian dari Dadvand et al. (2012) RTH memberikan pengaruh positif terhadap kelahiran, yaitu peningkatan berat bayi yang dilahirkan pada kelompok sosial terendah. Selain itu, penelitian dari Richardson dan Mitchell (2010) membuktikan bahwa tingkat kematian penyakit kardiovaskuler dan penyakit respiratory pada pria menurun dengan adanya peningkatan luasan RTH, tetapi tidak terlalu signifikan pada wanita.
            Keberadaan RTH juga berperan dalam meminimalisasi polusi lingkungan oleh kontaminan. Penelitian Yang et al. (2005) menyebutkan bahwa pada tahun 2002 pohon yang terletak di bagian utama kota Beijing telah menghilangkan polutan dari udara sebanyak 1261.4 ton. Berdasarkan penelitian dari Peachey et al. (2009) disebutkan bahwa tumbuhan yang berada di sebelah jalan raya yang berfungsi sebagai RTH memiliki kemampuan mengakumulasi logam berat pada jaringan daunnya. Selain logam berat, adanya RTH juga mampu mengurangai polusi udara atas Particulate Matter (PM) (Lohr dan Mims, 1995), yaitu sebanyak 772 ton (Yang et al., 2005). Penelitian dari Tallis et al. (2011) disebutkan bahwa RTH di GLA (Great London Authority) diestimasikan telah mengurangi PM10 sebanyak 852 – 2121 ton tiap tahun, yang merepresentasikan 0.7% - 1.4% dari PM10 total. Sedangkan pada penelitian dari Bealey et al. (2007) disebutkan bahwa RTH di UK local authority mampu mereduksi PM10 sebanyak 7-20%.
            Contoh konkret dari RTH yang memberikan manfaat di bidang perekonomian yaitu di kota Canberra. RTH memiliki nilai signifikan pada potensinya untuk mereduksi konsumsi energi dan memperbaiki tingkat polusi. Dengan kemampuan ini dapat diestimasi biaya ameliorasi tingkat polusi di Canberra yang dapat dihemat antara 2008 sampai 2012 yaitu mencapai US$20–$67 million (atau $66–$223/resident) (Brack, 2002).



Referensi
Bealey, W.J., A.G. McDonald, E. Nemitz, R. Donovan, U. Dragosits, T.R. Duffy, D. Fowler. 2007. Estimating the reduction of urban PM10 concentrations by trees within an environmental information system for planners. Journal of Environmental Management 85 (2007) 44–58
Brack, C.L. 2002. Pollution mitigation and carbon sequestration by an urban forest. Environmental Pollution 116 (2002) S195–S200
Ross W.F. Cameron, Tijana Blanu, Jane E. Taylor, Andrew Salisbury, Andrew  J.  Halstead,  Béatrice  Henricotb,  Ken  Thompson. 2012. The  domestic  garden    Its  contribution  to  urban  green  infrastructure. Urban  Forestry  &  Urban  Greening  xxx (2012) xxx–   xxx
Dadvand, Payam, Audrey de Nazelle, Francesc Figueras, Xavier Basagaña, Jason Su, Elmira Amoly, Michael Jerrett, Martine Vrijheid, Jordi Sunyer, Mark J. Nieuwenhuijsen. Green space, health inequality and pregnancy. Environment International 40 (2012) 110–115
Doick, K.J., G. Sellers, V. Castan-Broto, T. Silverthorne. 2009. Understanding success in the context of brownfield greening projects: The requirement for outcome evaluation in urban greenspace success assessment. Urban Forestry & Urban Greening 8 (2009) 163–178
Escobedo, Francisco J., Timm Kroeger, John E. Wagner. Urban forests and pollution mitigation: Analyzing ecosystem services and disservices. Environmental Pollution 159 (2011) 2078-2087
Flores, Alejandro, Steward T.A. Pickett, Wayne C. Zipperer, Richard V. Pouyat, Robert Pirani. 1998. Adopting a modern ecological view of the metropolitan landscape: the case of a greenspace system for the New York City region. Landscape and Urban Planning 39 1998 295–308
Greca, Paolo La, Daniele La Rosa, Francesco Martinico, Riccardo Privitera. 2011. Agricultural and green infrastructures: The role of non-urbanised areas for eco-sustainable planning in a metropolitan region. Environmental Pollution 159 (2011) 2193-2202
Hall, Justine  M. ,  John  F.  Handley,  A.  Roland  Ennos. The potential of tree planting to climate-proof high density residential areas in Manchester, UK. Landscape  and  Urban  Planning  104 (2012) 410–417
Jim, C.Y., Wendy Y. 2009. Chen. Ecosystem services and valuation of urban forests in China. Cities 26 (2009) 187–194
Jim C.Y., Wendy Y. Chen.  2010. External effects of neighbourhood parks and landscape elements on high-rise residential value. Land Use Policy 27 (2010) 662–670
Keenleyside, Clunie, David Baldock, Peter Hjerp, Vicki Swales. 2009. International perspectives on future land use. Land Use Policy 26S (2009) S14–S29
Kleerekoper, Laura, Marjolein  van  Esch, Tadeo  Baldiri  Salcedo. 2011. How to make a city climate-proof, addressing the urban heat island effect. Resources,  Conservation  and  Recycling  xxx (2011) xxx–   xxx
Li, Feng, Rusong Wanga,Juergen Paulussena, Xusheng Liu. 2005. Comprehensive concept planning of urban greening based on ecological principles: a case study in Beijing, China. Landscape and Urban Planning 72 (2005) 325–336
Lo, Alex  Y.H.,  C.Y.  Jim. 2012. Citizen attitude and expectation towards greenspace provision in compact urban milieu. Land  Use  Policy  29 (2012) 577–586

Lohr, Virginia  I. and  Caroline  H.  Pearson-Mims. 1995. Particulate Matter Accumulation On Horizontal  Surfaces  In  Interiors:  Influence  Of Foliage  Plants. Atmospheric Environment  Vol. 30, No.  14, pp.  2565-2568,  1996
Maas, Jolanda, Robert A Verheij, Peter P Groenewegen, Sjerp de Vries, Peter Spreeuwenberg. 2006. Evidence Based Public Health Policy And Practice: Green space, urbanity, and health: how strong is the relation?. J Epidemiol Community Health;60:587–592
Millard, Andy. 2000. The potential role of natural colonisation as a design tool for urban forestry Ð a pilot study. Landscape and Urban Planning 52 (2000) 173-179
Mitchell, Richard, Frank Popham. 2007. Evidence Based Public Health Policy And Practice: Greenspace, urbanity and health: relationships in England. J Epidemiol Community Health 2007;61:681–683
Peachey, C.J., D. Sinnett, M. Wilkinson, G.W. Morgan, P.H. Freer-Smith, T.R. Hutchings. 2009. Deposition and solubility of airborne metals to four plant species grown at varying distances from two heavily trafficked roads in London. Environmental Pollution 157 (2009) 2291–2299
Richardson,  Elizabeth A., Richard Mitchell. 2010. Gender differences in relationships between urban green space and health in the United Kingdom. Social Science & Medicine 71 (2010) 568-575
Tallis, Matthew,  Gail  Taylor,  Danielle  Sinnett,  Peter  Freer-Smith. Estimating  the  removal  of  atmospheric  particulate  pollution  by  the  urban  tree canopy of London, under current and future environments. Landscape and Urban Planning 103 (2011) 129– 138
Tiwary, Abhishek, Danielle Sinnett, Christopher Peachey, Zaid Chalabi, Sotiris Vardoulakis, Tony Fletcher, Giovanni Leonardi, Chris Grundy, Adisa Azapagic, Tony R. Hutchings. 2009. An integrated tool to assess the role of new planting in PM10 capture and the human health benefits: A case study in London. Environmental Pollution 157 (2009) 2645–2653
Uy Pham Duc dan Nobukazu Nakagoshi. 2008. Application of land suitability analysis and landscape ecology to urban greenspace planning in Hanoi, Vietnam. Urban Forestry & Urban Greening 7 (2008) 25–40
Yang, Jun, Joe McBride, Jinxing Zhoub, Zhenyuan Sun. The urban forest in Beijing and its role in air pollution reduction. Urban Forestry & Urban Greening 3 (2005) 65–78


Tidak ada komentar:

Posting Komentar